SELAMAT DATANG DI KALONG CORPORATION PE"KALONG"AN (eks-karesidenan pekalongan)

Selasa, 01 Februari 2011

Pekalongan


Tidak ada bayangan apapun tentang kota ini. Setelah sampai, baru saya meraba-raba ingatan saya. Slank menyebut dalam lagunya: “Kota batik di Pekalongan, bukan Jogja bukan Solo”. Ya, Pekalongan adalah kota batik. Ribuan pabrik kerajinan batik tersebar di pesisir dan tengah kota. Saya menjumpai juga banyak orang yang bersepeda baik untuk menuju sekolah maupun berangkat bekerja. Tua, muda, anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan, persis seperti yang digambarkan Kompas (27/6).

Bekas-bekas industri gula hampit tidak saya temukan kecuali beberapa petak tanah yang ditanami tebu. Pabrik-pabrik berumur tua masih banyak namun bukan pabrik gula, tetapi pabrik tekstil. Kalau ke barat sedikit, pasti kita akan menemui pabrik-pabrik gula baik yang masih maupun sudah tidak lagi beroperasi (di daerah Comal, Banyumas).
Mirip dengan kota-kota tua lain di Indonesia, di Pekalongan juga terdapat kompleks perumahan yang berarsitektur Indies. Kemungkinan besar ini adalah kompleks perumahan Belanda yang dibangun di awal abad XX layaknya di Malang, Menteng, dan Yogyakarta (See Kotabaru yang Lama). Pekalongan adalah kota tua.

HISTORY
Terdapat 11 peninggalan peradaban hindu sepertihalnya lingga dan yoni yang tersebar di beberapa kecamatan di Pekalongan. Catatan sejarah era Majapahit abad XIV – XV tidak menyebutkan wilayah pesisir utara di sebelah barat Semarang misalnya Batang, Tegal, dan Pekalongan. Lain halnya dengan wilayah sebelah timur Semarang misalnya Demak, Jepara, Kudus, Pati, Tuban, dan Lasem. Pekalongan era islam baik Demak abad XVI maupun Mataram XVII mulai terkenali sebagai daerah lalu lintas politik dan ekonomi dari tengah jawa yaitu Demak serta Mataram ke barat Jawa yaitu kerajaan islam Cirebon. Pekalongan masuk dalam wilayah Demak pada awalnya dan selanjutnya menjadi bagian kekuasaan dari Mataram.
Ketika Belanda datang ke Jawa, Pekalongan masih dalam lingkup kekuasaan Mataram. Perlawanan Mataram terhadap penjajah Belanda mencapai puncak disaat penyerangan ke Batavia pada tahun 1628, di mana Pangeran Manduraredja dan Bahureksa ditunjuk sebagai Panglima perangnya. Pekalongan terletak pada jalur pantura dan perdagangan laut yang cukup strategis, sehingga Pekalongan digunakan sebagai kantong/lumbung perbekalan. Belakangan, Pangeran Bahurekso diangkat menjadi bupati Pekalongan. Tahun 1743, Pekalongan juga menjadi bagian dari wilayah kontrak hadiah dari Kasultanan Yogyakarta kepada Belanda.
Sejak tahun 1924, di bawah kepemimpinan Raden Toemenggoeng Ario Soerjo, Pekalongan menjadi wilayah Karesidenan atau Gewest yang membawahi lima kabupaten atau Regentscap antara lain: Brebes, Tegal, Pemalang, Pekalongan, dan Batang.

1 komentar:

  1. aku salut buat kota pekalongan,maju terus pekalongan.terus jalan hayam wuruk di aspal dong jangan cuma ditambal dan tingkatkan pelayananmu pak polisi supaya jalan menjadi tertib biar tidak terjadi lagi kecelakaan lalu lintas.

    BalasHapus